Kondisi berbeda dari pada tahun-tahun sebelumnya tengah dialami oleh pemerintah daerah tingkat provinsi dan kabupaten, di mana tidak banyak pemerintah daerah yang sampai saat ini sudah menyelesaikan pengesahan APBD 2021. Faktor utama yang menyebabkan hal tersebut terjadi karena adanya pandemi COVID-19 yang mulai mewabah di Indonesia sejak awal tahun 2020.
COVID-19 telah banyak merubah cara pandang seseorang, kelompok, dan organisasi. Yang berdampak berubahnya pola kerja sehingga banyak kalangan menilai COVID-19 dengan efektif dapat merubah pola pikir konvensional menjadi modern. Itulah sekilas sisi positifnya adanya pandemi COVID-19 di seluruh dunia.
Awal bulan Agustus lalu, Jokowi berstatemen bahwa “Pandemi ini harus dijadikan momentum untuk melakukan percepatan transformasi digital,” tentu statemen tersebut menjadi cambuk bagi seluruh lapisan pemerintah untuk segera menyiapkan perangkatnya.
Menindaklanjuti statemen tersebut, beberapa kementerian dan Lembaga langsung menyisir program dan agenda yang relefan dengan statemen presiden diatas, salah satunya adalah Kemenkeu dan Kemendagri. Dalam penyususnan dan penatausahaan APBD 2021 dua kementerian tersebut melakukan singkronisasi regulasi dan infrastruktur penganggaran.
Alhasil, Sistem penganggaran untuk tahun 2021 mengalami perbedaan dari pada tahun sebelumnya. Hal tersebut tidak lepas karena pada anggaran tahun 2020 dihadapkan dengan situasi pandemi COVID-19, hingga akhirnya kondisi tersebut mendorong pemerintah untuk melakukan perbaikan-perbaikan guna penyesuaian yang efektif untuk Tahun Anggaran 2021.
Hadirnya Perppu No. 1 Tahun 2020 yang disahkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan. Merupakan awal titik mula komitmen pemerintah dalam melakukan transformasi dan inovasi tata kelola keuangan kearah digital di sektor penganggaran.
Di tengah proses pelaksanaan dan Realisasi APBD 2020 pemerintah pusat, daerah, dan desa harus melakukan realokasi (refocusing) Anggaran untuk penanganan COVID-19 sebagimana yang telah diamanatkah dalam UU di atas. Dalam waktu yang bersamaan, pemerintah juga perlu menyiapkan perencanaan dan penganggaran untuk tahun 2021 yang responsip pandemi COVIS-19. Setidaknya, dari hal tersebut dapat kita perhatikan faktor lambatnya pengesahan APBD 2021 yang terjadi hampir di seluruh pemerintah daerah.
Disamping lahirnya UU No. 2 tahun 2020, yang membuat penyusunan perencanaan dan penganggaran APBD tahun anggaran 2021 berbeda adalah karena pemerintah daerah harus melakukan penyesuaian dengan beberapa peraturan perundang undangan yang berbeda dengan tahun sebelumnya, baik karena adanya revisi maupun terbitnya regulasi baru. Perubahan regulasi terkait penyusunan APBD adalah Peraturan Pemerintah (PP) No. 58 Tahun 2005 menjadi PP No. 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah. Sedangkan regulasi yang baru adalah Permendagri No. 70 Tahun 2019 tentang Sistem Informasi Pemerintah Daerah (SIPD) dan Permendagri No. 90 Tahun 2019 tentang Klasifikasi, Kodefikasi dan Nomenklatur Perencanaan Pembangunan dan Keuangan Daerah.
Hal yang perlu mendapat perhatian dengan hadirnya Permendagri No. 64 Tahun 2020 tentang Pedoman Penyusunan APBD 2021, semestinya di akhir September (dua bulan lalu) pemerintah daerah sudah harus menyerahkan Rancangan APBD kepada DPRD untuk dibahas yang kemudian dilanjutkan denan tahapan pada bulan ini pengesahan APBD 2021 harus selesai semua.
Dalam catatan kami, dapat mengidentifikasi sedikitnya terdapat tiga perubahan mendasar atas terbitnya beberapa regulasi yang berkaitan dengan APBD 2021, Pertama; terkait Fokus Perencanaan dan penganggaran untuk APBD 2021 yan diarahkan untuk Pemulihan Ekonomi Nasional. Kedua; terkait Struktur APBD, Pada struktur pendapatan, regulasi yang baru mengubah klasifikasi pendapatan dana perimbangan menjadi pendapatan transfer, di mana pendapatan transfer ini juga diklasifikasikan menjadi dua yaitu transfer pemerintah pusat dan dana transfer antar daerah. Berdasarkan klasifikasi ini, maka pemerintah daerah juga dapat menerima dana transfer dari daerah lain berupa pendapatan bagi hasil dan bantuan keuangan, Pada struktur belanja, regulasi yang baru menyederhanakan klasifikasi belanja daerah yang sebelumnya terdiri dari sembilan kelompok menjadi empat kelompok, yaitu belanja operasi, belanja modal, belanja tidak terduga, dan belanja transfer.
Ketiga, Proses inputing SIPD yang merupakan implementasi dari Permendagri No. 70 Tahun 2019 dan Permendagri No. 90 Tahun 2019. Dimana regulasi tersebut mewajibkan kepada pemerintah daerah untuk memasukkan seluruh kode dan nomenklatur yang telah dirumuskan ke dalam dokumen perencanaan ke dalam SIPD. Tujuannya adalah agar seluruh data APBD seluruh Indonesia dapat terkumpul dalam satu sistem sehingga akan memudahkan pemerintah pusat melakukan pembinaan dan pengawasan. Selain itu, SIPD juga dimaksudkan untuk mengkonsolidasikan perencanaan pembangunan nasional dengan pembangunan daerah yang akan mendukung program Satu Data melalui Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE).
Hasil pengamatan kami dari beberapa sumber dan media bahwa Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kota di Jawa Timur 90% belum menyelesaikan mengesahan APBD 2021. Bahkan, Provinsi jawa timur yang punya tradisi pengesahan APBD yang bertepatan pada hari pahlawan ternyata tahun ini juga mengalami kemunduran waktu yang cukup lama.
Potret tersebut menjadi perhatian kami, karena dihawatirkan berdampak pada lambatnya penyelenggaraan pelayanan publik. Oleh karena itu perlu strategi tertentu untuk mendorong percepatan penyusunan APBD 2021 di tengah masa pandemi dan transisi regulasi.