Oleh: Marlaf Sucipto
Berdasarkan dokumen yang dirilis oleh Intra Publik, bahwa proyek pembangunan renovasi Pasar Lenteng masuk pada perencanaan Pemerintah Kab. Sumenep yang tak hanya satu tahun kelar. Tapi polanya “Multi Years”, artinya, tidak hanya sekali menyerap Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Kab. Sumenep satu kali anggaran, tapi sudah mulai APBD Kab. Sumenep Tahun 2017, 2018, 2019 dan 2020. Empat tahun berturut-turut. Entah di 2021, kita lihat saja nanti.
Dari APBD 2017, renovasi Pasar Lenteng menyerap anggaran sebesar Rp 5 milyar. Ditenderkan melalui lelang sederhana oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kab. Sumenep. Pemenang tendernya adalah PT. Mitra Sumekar Abadi yang beralamat di Jl. Kalimas No. 21 Lenteng, Sumenep dengan Direktur utama pemenang tender bernama Imam Mahmudy, SE. Beralamat di Jl. Kalimas No. 20, Lenteng Timur, Lenteng, Sumenep.
Pada 2018, Disperindag Kab. Sumenep kembali menyedot APBD untuk tindak lanjut renovasi Pasar Lenteng. Dalam konteks perencanaannya saja, menelan biaya sebesar Rp 50 juta. Pengawasannya, menyerap biaya Rp 180 juta. Perencanaan dan pengawasan dilakukan untuk proyek renovasi Pasar yang diambil dari APBD Kab. Sumenep tahun 2017 sebesar Rp 5 milyar.
Dari APBD 2019, Disperindag Kab. Sumenep menyedot lagi APBD untuk renovasi Pasar Lenteng. Angkanya fantastis, sebesar Rp 10 milyar. Dilaksanakan dengan ditender. Pemenang tendernya adalah CV. Mitra Utama yang beralamat di Jl. Kalimas No. 23 Lenteng, Sumenep. Direktur utama pemilik CV pemenang lelang ini bernama Syaiful Anam. Beralamat di Dusun Darma, RT: 06, RW: 03, Desa Benaresep Timur, Lenteng, Sumenep.
Dalam APBD 2019 ini, Kembali ada anggaran perencanaan dan pengawasan, nilainya jauh lebih tinggi dari serapan APBD 2018, yaitu, perencanaannya sebesar Rp 100 juta sedangkan pengawasannya sebesar Rp 100 juta dan Rp 80 juta. Selain itu, juga ada anggaran untuk belanja alat tulis kantor sebesar Rp 265 ribu, belanja penggandaan sebesar Rp 750 ribu dan belanja makanan dan minuman rapat sebesar Rp 3 juta 750 ribu.
Pada 2020, Disperindag Kab. Sumenep lagi-lagi menyedot APBD sebesar Rp 2.5 milyar untuk membangun los dan kios Pasar Lenteng. Perencanaan pembangunan los dan kios Pasar Lenteng menyerap APBD Kab. Sumenep sebesar Rp 125 juta, sedangkan pengawasan atas pembangunan los dan kios Pasar Lenteng menelan APBD sebesar Rp 115 juta. Selain itu, ada anggaran untuk pengerjaan paving jalan Pasar Lenteng sebesar Rp 183 juta 800 ribu, Pengawasan pengerjaan paving jalan Pasar Lenteng sebesar Rp 10 juta dan sebesar Rp 6 juta.
Dari APBD 2017 yang menyedot dana sebesar Rp 5 milyar, dengan dana perencanaan sebesar Rp 50 juta dan dana pengawasan sebesar Rp 180 juta dari APBD Kab. Sumenep 2018, mengapa meninggalkan masalah sehingga pencairan biaya proyek tidak dilanjutkan ke tahap berikutnya?
Pun di APBD 2019, mengapa kembali ada anggaran untuk perencanaan dan pengawasan yang nilainya, dalam konteks perencanaan, lebih tinggi dari nilai perencanaan dan pengawasan pada serapan APBD 2018? Bukannya perencanaan itu cukup dilakukan satu kali untuk satu objek proyek yang sama kemudian dilanjutkan dengan proyek pembangunannya? Termasuk juga pengawasannya!
Pemenang tender proyek berasal dari alamat yang sama cuma beda nomor. Proyek renovasi pasar tahap pertama yang menyedot APBD 2017 anggarannya Rp 5 milyar pemenang tender PT. Mitra Sumekar Abadi yang beralamat di Jl. Kalimas No. 21 Lenteng, Sumenep. Sedangkan proyek renovasi pasar tahap dua yang menelan APBD 2019 sebesar Rp 10 milyar pemenang tendernya adalah CV. Mitra Utama yang beralamat di Jl. Kalimas No. 23 Lenteng, Sumenep. Alamatnya sama, hanya beda nomor.
Proyek renovasi Pasar Lenteng empat kali berturut-turut menyerap APBD Kab. Sumenep. Totalnya dari APBD 2017 sampai APBD 2020 saja sudah lebih dari Rp 15 milyar. Tapi apa dari anggaran Rp 15 milyar lebih itu, rakyat, utamanya para penjual yang tergusur, menjadi korban dari proyek pembangunan ini. Sudah dua tahun lebih mereka berjualan di tempat becek, membangun tempat jualan sekedarnya dengan atap terpal yang dibangun sendiri, di mana jika hujan kena rembesan air dan bila tidak hujan kepanasan karena jarak terpal ke kepala sangat dekat. Tak ada bangunan alternatif bersifat sementara yang disediakan oleh pemerintah daerah.
Sampai saat ini Pasar Lenteng masih belum bisa digunakan. Utamanya yang terdempak pembangunan proyek. Jika membaca serapan APBD 2020 yang masih menganggarkan pembangunan los dan kios pasar sebesar Rp 2,5 milyar, apalagi sampai saat ini belum terlihat pekerja pembangunan los dan kios pasar, alamat rakyat akan nestapa karena tidak bisa menggunakan pasar tersebut sampai batas waktu yang tidak jelas.
Itulah mengapa proyek pembangunan yang menyangkut fasilitas publik, yang berhubungan langsung dengan rakyat seperti pasar harus benar-benar diseriusi. Setidaknya, pengerjaan proyeknya selain harus proporsional juga terkait waktu pengerjaan proyek diusahakan sesuai dengan jadwal yang ditentukan. Tohmisal pun molor, molornya jangan terlalu lama. Kasihan rakyat.
Melihat proyek pembangunan Pasar Lenteng, saya menangkap gelagat ketidakseriusan Pemerintah Kab. Sumenep, utamanya Disperindag, dalam melaksanakan dan mengawal proyek pembangunan tersebut supaya dilaksanakan secara proporsional dan tepat waktu.
Saya menduga kuat, ketidaktepatan waktu penyelesaian proyek akibat perencanaan yang lemah dan dugaan praktik korupsi, kolusi dan nepotisme di dalam teknis pelaksanaan proyek.
Salam Pustaka Anggaran